Anak yang Melakukan Tindak Pidana

Proses pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik terhadap anak dilakukan bukan dalam rangka proses peradilan pidana, melainkan digunakan sebagai dasar mengambil keputusan oleh penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional.

oleh MOCH. CHOIRUL RIZAL

Kesalahan yang mengakibatkan dipidananya subjek hukum menurut hukum pidana harus memenuhi empat unsur (Roeslan Saleh, 1983: 79). Pertama, melakukan tindak pidana. Kedua, mampu bertanggung jawab. Ketiga, dengan sengaja atau lali. Keempat, tidak adanya alasan pemaaf.

Apakah anak yang berusia sembilan tahun, misalnya, yang melakukan tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban pidana?

Melihat Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 1946, dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur 16 tahun, hakim dapat menentukan: memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, wali, atau pemeliharanya tanpa pidana apapun; atau memerintahkan supaya yang diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apapun. Namun, kini pengaturannya berbeda.

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU No. 11 Tahun 2012) menyebutkan adanya istilah “anak yang berhadapan dengan hukum”, yaitu anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.

Untuk menjawab pertanyaan di atas, kualifikasi anak yang dimaksud adalah anak yang berkonflik dengan hukum. Sesuai Pasal 1 angka 3 UU No. 11 Tahun 2012, anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Dalam hal Anak belum berumur 12 tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional mengambil keputusan untuk: (a) menyerahkannya kembali kepada orang tua/wali; atau (b) mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama enam bulan (Pasal 21 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2012 jo Pasal 67 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun (PP No. 65 Tahun 2015)). Dengan demikian, proses pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik terhadap anak dilakukan bukan dalam rangka proses peradilan pidana, melainkan digunakan sebagai dasar mengambil keputusan oleh penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional.

Pertimbangan dari pembimbing kemasyarakatan berupa laporan penelitian kemasyarakatan yang merupakan persyaratan wajib sebelum penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional mengambil keputusan. Dalam hal ini, penelitian kemasyarakatan tersebut terbit atas permintaan penyidik (Pasal 68 ayat (1) PP No. 65 Tahun 2015). Dalam menyusun penelitian tersebut, pembimbing kemasyarakatan dapat meminta pendapat ahli (Pasal 68 ayat (2) PP No. 65 Tahun 2015).

Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 wajib memperhatikan: (a) kepentingan terbaik anak; (b) kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak; (c) hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik; (d) laporan penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan; dan (e) laporan sosial yang dilakukan oleh pekerja sosial profesional. Pengambilan keputusan didasarkan pada pertimbangan sosiologis, psikologis, dan pedagogis (Pasal 69 PP No. 65 Tahun 2015).

Keputusan untuk menyerahkan kembali kepada orang tua/wali harus memenuhi persyaratan substantif sebagai berikut: (a) kesediaan orang tua/wali untuk mendidik, merawat, membina, dan membimbing anak yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari orang tua/wali; (b) kesediaan anak untuk dikembalikan kepada orang tua/wali yang dibuktikan dari hasil penelitian kemasyarakatan; (c) tidak ada ancaman dari korban yang dibuktikan dari hasil penelitian kemasyarakatan dan laporan sosial; dan (d) rekomendasi dari pembimbing kemasyarakatan yang dibuktikan dari hasil penelitian kemasyarakatan (Pasal 71 PP No. 65 Tahun 2015). Penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional masing-masing menggali informasi tentang anak sesuai dengan kewenangannya (Pasal 75 PP No. 65 Tahun 2015).

Penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional harus melakukan rapat koordinasi yang difasilitasi oleh penyidik untuk mengambil keputusan terhadap perkara anak (Pasal 77 ayat (1) PP No. 65 Tahun 2015). Pengambilan keputusan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal dimulainya rapat koordinasi (Pasal 77 ayat (2) PP No. 65 Tahun 2015).

Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal ditetapkan, keputusan disampaikan oleh penyidik kepada ketua pengadilan negeri setempat untuk dimintakan penetapan (Pasal 78 PP No. 65 Tahun 2015 jo Pasal 21 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2012). Ketua pengadilan negeri membuat penetapan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan penetapan keputusan (Pasal 79 PP No. 65 Tahun 2015 jo Pasal 21 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2012).

-

MOCH. CHOIRUL RIZAL adalah Dosen Hukum Pidana pada Fakultas Syariah IAIN Kediri serta Direktur Eksekutif dan Peneliti pada Lembaga Studi Hukum Pidana.

Posting Komentar

0 Komentar